BERBAGAI
PENDEKATAN KONTEKS
DALAM
STUDI ISLAM
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pengantar
Studi Islam
Dosen Pengampu : Rikza
Chamami, M.Si
Disusun
oleh :
Muhammad Qomarudin (133911021)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BERBAGAI
PENDEKATAN KONTEKS
dalam STUDI
ISLAM
muhammad Qomarudin
133911021
sri wijayanti 133911020
lisa dzawil hasanah
133911022
PENDAHULUAN
Dewasa ini, untuk membangun pandangan
–pandangan Islam diperlukan adanya kemampuan personal. Dalam pandangan
tersebut, pengembangan kemampuan personal merupakan kesiapan yang sangat
bermanfaat untuk meneliti pemahaman terkait mengenai suatu pendidikan,
khususnya mengenai pendidikan Islam (study Islam). Studi Islam yang pada
hakekatnya merupakan sebuah pengetahuan yang dirumuskan dari suatu pandangan
agama Islam dan dipraktekkan dalam sejarah kehidupan manusia, yang mana
pandangan pengetahuan tersebut diambilkan dari sumber-sumber ajaran agama Allah
dan rosul-Nya yang murni tanpa ada pengaruh apapun, seperti ajaran tentang
akidah, ibadah, akhlaq, serta membaca al-Qur’an.[1]
Upaya dan tenaga sangatlah diperlukan untuk melakukan pengkajian mendalam
mengenai studi Islam, yang mana semakin hari semakin banyak
permasalah-permasalahan yang kompleks. Butuh adanya jalan tengah yang mampu
menyelesaikan permasalahan permasalahan tersebut.[2]
Salah satu jalan tengah dari
permasalahan-permasalahan itu adalah melalui pendekatan, terutama pendekatan
agama. Akan tetapi pendekatan agama akhir ini mengalami krisis identitas. Dua
pernyataan akan memperjelas mengenai krisis ini. Pertama, “dimana
pendekatan dalam studi agama dapat ditemukan?”. Kedua, “mengapa semakin banyak
tempat pendekatan agama dengan berbagai konteks yang berbeda, semakin
menyebabkan adanya krisis identitas?”. Oleh karena itu perlu adanya pemahaman pendekatan
yang jelas dan gamblang mengenai studi Islam, terutama dalam kontekstualnya,
yang mencakup pendekatan historis, antropologis, sosiologis, teologis,
fenomenologis, filosofis, psikologis serta yuridis. Melihat betapa urgennya
pendekatan konteks dalam studi Islam, maka penulis mengambil judul makalah ini “BERBAGAI
PENDEKATAN KONTEKS dalam STUDI ISLAM”.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
didapatkan suatu rumusan masalah, yaitu :
a.
Bagaimana pendekatan historis dalam studi Islam?
b.
Bagaimana pendekatan antropologis dalam studi Islam?
c.
Bagaimana pendekatan sosiologis dalam studi Islam?
d.
Bagaimana pendekatan teologis dalam studi Islam?
e.
Bagaimana pendekatan psikologis dalam studi Islam?
f.
Bagaimana pendekatan yuridis dalam studi Islam?
g.
Bagaimana pendekatan fenomenologis dalam studi Islam?
h.
Bagaimana pendekatan filosofis dalam studi Islam?
PEMBAHASAN
A.
Pendekatan Historis dalam Studi Islam
Pemaknaan kata historis, dapat ditinjau
melalui segi etimologisnya, kata sejarah, secara etimologis berasal dari bahasa
Arab syajarotun yang berarti pohon, sedangkan dalam bahasa Inggris,
sejarah berasal dari kata history yang berati cerita atau kisah.
Penggunaan kata history sangatlah populer untuk menyebut sejarah dalam
ilmu pengetahuan. Jika dilacak dari asalnya, kata history berasal dari
bahasa Yunani yaitu istoria yang berarti pengetahuan yang berarti tentang
gejala-gejala alam, khususnya manusia yang bersifat kronologis. Sementara itu
pengetahuan serupa yang tidak kronologis diistilahkan dengan science.
Oleh karena itu, sejarah dalam presprektif ilmu pengetahuan menjadi terbatas
hanya mengenai aktivitas manusia yang berhubungan dengan kejadian-kejadian
tertentu (unik) yang tersusun secara kronologis.
Dalam penggunaan pendekatan sejarah atau
historis dalam studi Islam, minimal terdapat dua buah teori yang digunakan,
yaitu:
1. Idealist
Approach
2. Reductionalist
Approach
Maksud Idealist Approuch adalah seorang
peneliti yang berusaha memahami dan menafsirkan fakta sejarah dengan
mempercayai secara penuh fakta yang ada tanpa keraguan. Sedangkan Reductionalist
Approuch adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan menafsirkan
fakta sejarah dengan penuh keraguan. Selain 2 teori diatas, masih terdapat
teori yang lain, yang mampu digunakan dalam pendekatan historis studi Islam,
yakni teori diakronik, sinkronik dan sistem nilai.
Diakroni adalah penelusuran sejarah dan perkembangan suatu
fenomena yang sedang diteliti. Misalnya, sedang meneliti konsep riba menurut
Muhammad Abduh, diakroninya adalah harus lebih dahulu membahas kajian-kajian
orang sebelumnya yang pernah membahas tentang riba. Sinkronik adalah
kontekstualisasi atau sosiologis kehidupan yang mengitari fenomena yang sedang
diteliti. Kembali kepada contoh konsep riba pada Muhammad Abduh, maka sosial
kehidupan Muhammad Abduh dan sosial kehidupan tokoh-tokoh yang pernah membahas
fenomena yang sama perlu adanya pengkajian lebih lanjut. Sedangkan Sistem
nilai adalah nilai dan budaya sang tokoh ketika dia hidup.
Penelitian dengan teori diakroni, sinkronik
dan sistem nilai adalah penelitian yang menelusuri latar belakang dan
perkembangan fenomena yang diteliti dan dikaji secara lengkap yang disertai
sejarah sosio-historis dan nilai budaya yang mengitarinya, maka menjadi wajar
jika kalau alat analisis ini lebih dikenal sebagai alat analisis sejarah yang
mencakup sosiologi.[3]
Selain penggunaan teori, pada dasarnya
pendekatan historis mengacu pada dua konsep terpisah. Pertama, sejarah
tersusun dari serangkaian peristiwa masa
lampau, keseluruhan pengalaman manusia. Kedua, sejarah sebagai suatu
cara yang dengannya fakta-fakta diseleksi, diubah-ubah, dijabarkan, dan
dianalisis. Konsep sejarah dengan pengertiannya yang pertama memberikan
pemahaman akan arti objektif tentang masa lampau dan hendaknya dipahami sebagai
suatu aktualitas atau peristiwa itu sendiri. Adapun pemahaman tentang konsep
kedua, sejarah menunjukkan maknanya yang subjektif, sebab masa lampau itu telah
menjadi sebuah kisah atau cerita. Subjektifitas didalam proses peng-kisahan
itu, antara lain terdapat kesan yang dirasakan oleh sejarawan berdasarkan
pengalaman dan lingkungan pergaulannya yang menyatu dengan gagasan tentang
peristiwa sejarah.
Apabila sejarah digunakan sebagai sebuah
pendekatan dalam studi Islam, maka aneka ragam peristiwa keagmaan pada masa
lampau umatnya akan dapat dibidik. Sebab sejarah sebagai suatu pendekatan dan
metodologi akan dapat mengembangkan pemahaman berbagai gejala dalam dimensi
waktu, dalam hal ini aspek kronologis merupakan ciri khas dalam mengungkap
suatu gejala keagamaan itu. Konsekuensi pendekatan sejarah dalam penelitian
terhadap gejala-gejala agama haruslah dilihat segi segi diakronisnya. Lebih
dari itu, pendekatan sejarah secara kritis bukanlah sebatas dapat melihat
peristiwa masa lampau dari segi pertumbuhan, perkembangan serta keruntuhan,
melainkan juga mampu memahami gejala-gejala struktural serta faktor-faktor
penyebab peristiwa itu.
Jika pendekatan sejarah bertujuan untuk
menemukan gejala-gejala agama dengan menulusuri sumber dimasa silam, maka
pendekatan ini mampu disandarkan pada personal historis atau pekembangan umat
pemeluknya. Pendekatan semacam ini berusaha untuk menelusuri awal perkembangan
tokoh keagamaan secara individual, untuk menemukan sumber-sumber dan jejak
perkembangan perilaku keagamaan sebagai dialog dengan dunia sekitarnya, dan juga
mencari pola-pola interaksi antara umat agama dan masyarakat. Berdasarkan
pendekatan tersebut sejarawan dapat menyajikan deskripsi detail dan eksplansi
tentang sebab akibat atas kejadian tersebut. Pendekatn sejarah pada gilirannya
akan membimbing kearah pengembangan teori tentang evolusi agama dan
perkembangan tipologi kelompok keagamaan.[4]
Pendekatan historis ini juga digunakan sebagai
upaya untuk menelusuri asal-usul serta pertumbuhan pemikiran dan lembaga
keagamaan melalui periode perkembangan
sejarah tertentu, serta untuk memahami pernanan kekuatan yang diperlihatkan
oleh agama dalam periode-periode tersebut. Oleh karena itu menurut Hasan Usma,
metodologi sejarah adalah suatu periodisasi atau tahapan-tahapan yang ditempuh
untuk suatu penelitian sehingga dengan kemampuan yang ada dapat mencapai
hakikat sejarah.
Pendekatan sejarah memang sangat dibutuhkan
dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret
dan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo
telah melakukan studi mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam dalam
pendekatan sejarah. Ketika beliau mempelajari al-Qur’an, beliau sampai pada
suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya, kandungan al-Qur’an itu terbagi menjadi
dua bagian, pertama, berisi konsep-konsep, dan yang kedua, berisi
kisah-kisah sejarah dan perumpamaan. Dalam bagian pertama, kita mengenal banyak
sekali konsep, baik yang bersifat abstrak maupun konkret. Konsep tentang Allah,
malaikat, akhirat, serta amar ma’ruf nahi munkar. Sementara itu, juga
ditunjukkan konsep-konsep yang lebih merujuk pada fenomena konkret dan dapat
diamati, misalnya konsep tentang orang fakir, kaum dhuafa, kaum zhalimun,
dan kaum aghniya’.[5]
B.
Pendekatan Antropologis dalam Studi Islam
Dalam melukiskan garis pemisah yang jelas
antara antropologis dan sosiologis, karena keduanya merupakan macam ilmu yang
terbagi bukan karena metode yang dipakai oleh para sarjana, melainkan metode
yang dipakai oleh tradisi. Bagaimanapun, antropologi telah memusatkan perhatiannya
kepada kebudayaan-kebudayaan primitif yang tidak bisa baca tulis tanpa teknik.
Pendekatan antropologis pada dasarnya memahami
agama melalui cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat.[6]
Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang
dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan
kata lain, cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula
untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitannya hal ini, menurut Dawam
Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan bersifat partisipatif.
Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan bersifat induktif. Penelitian
antropologis yang bersifat induktif yaitu turun langsung kelapangan atau dengan
upaya membebaskan diri dari kungkungan teori formal yang bersifat abstrak.
Dalam berbagai penelitian antropologi agama
dapat ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi
ekonomi dan politik, golongan masyarakat kurang mampu dan miskin pada umumnya
lebih tertarik pada gerakan-gerakan keagamaan yang bersifat messianic,
yang menjanjikan perubahan tatanan sosial kemasyarakatan. Adapun golongan kaya
yang lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyrakat yang sudah mapan
secara ekonomi lantaran tatanan ini menguntungkan pihaknya. Karl Mar
(1818-1883) sebagai contoh: melihat agama sebagai opium atau candu masyarakat
tertentu sehingga mendorongnya untuk memperkenalkan teori konflik atau yang
biasa disebut teori pertentangan kelas.
Melalui pendekatan antropologis, kita melihat
bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi
suatu masyarakat. Dalam hal ini, jika ingin mengubah pandangan dan sikap etos
kerja seseorang, kita mengubah pandangan keagamaanya. Selanjutnya, melalui
pendekatan antropologis, kita dapat melihat agama adalah hubungan dengan
mekanisasi pengorganisasian (social organization) juga tidak kalah
menarik untuk diketahui oleh para peneliti sosial keagamaan. Seperti kasus di
Indonesia, karya Clifford Geertz, The Religion of Java dapat dijadikan
contoh yang baik dalam bidang ini. Geertz melihat adanya klasifikasi sosial
dalam masyarakat muslim di jawa: santri, priyayi, dan abangan. Sungguhpun hasil
penelitian antropologis di Jawa Timur ini mendapat sanggahan dari berbagai ilmu
sosial yang lain, konstruksi stratifikasi sosial yang dikaemukakannya cukup
membuat orang berfikir ulang untuk mengecek ulang keabsahannya.
Melalui pendekatan antropologis fenomenologis,
kita dapat melihat hubungan antara agama dengan negara, state and religion.
Topik ini selalu menari dapa dilihat dari fenomena agama, seperti Vatikan dalam
bandingannya dengan negara-negara sekuler dikelilingnya di Eropa Barat.
Kenyataan di negara Turki modern yang mayoritas penduduknya beragama Islam,
tetapi konstitusi negaranya menyebut suklarisme sebagai prisnsip dasar
kenegaraan yang tidap dapat ditawar. Belum lagi, meneliti dan membandingkan
Kerajaan Saudi Arabia dan Negara Republik Iran yang berdasarkan Islam. Orang
akan bertanya apa sebenarnya yang menyebabkan kedua sistem pemerintahan
tersebut sangat berbeda, yaitu kerajaan dan republik, tetapi sama-sama
menyatakan Islam sebagai asas tunnggalnya. Belum lagi, jika dibandingkan dengan
negara kesatuan Republik Indonesia, yang mayotitas penduduknya beragama Islam,
tetapi menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal.
Melalui pendekatan antropologis, dapat
ditemukan keterkaitan agama dengan psikoterapi. Signum Frued (1856-1939) pernah
mengkaitkan agama dengan oedipus kompleks, yakni pengalaman seorang anak
yang tidak berdaya di hadapan kekuatan dari seorang bapak. Agama yang dinilai
sebgai neorosis, dalam psikonalisisnya, dia mengungkapkan hubungan
antara ide, ego, dan superego. Meskipun penelitian Frued berakhir dengan kurang
simpati terhadap realita keberagaman manusia, temuannya ini cukup memberi
peringatan terhadapa beberpa kasus keberagaman tertentu yang lebih terkait
dengan patologi sosial maupun kejiwaannya.
Melalui pendekatan antropologis, sebagaimana dijelaskan
di atas terlihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan
manusia, dan dengan itu pula, agama terlihat akrab dan fungsional dengan
berbagai fenomena kehidupan manusia. Pendekatan antropologis seperti itu,
diperlukan, sebab banyak hal yang dibicarakan agama hanya dijelaskan dengan
tuntas melalui pendekatan antropologis. Dalam al-Qur’an yang digunakn sebagai
sumber agama ajaran Islam misalnya, kita memperoleh informasi tentang kapal
Nabi Nuh di gunung arafah, kisah Ashabul Kahfi yang dapat bertahan hidup dalam
gua lebih dari 300 tahun lamanya. Dimana kira-kira bangkai kapal Nabi Nuh itu,
dan dimana kira-kira gua itu, dan bagaimana pula bisa terjadi hal yang
menakjubkan seperti itu, atau hal demikian merupakan kisah fiktif? Tentu masih
banyak contoh lain yang hanya dapat dijelaskan dengan ahli geografis dan
arkeologis.
Dengan demikian, pendeketan antropologis
sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama
tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan melalui bantuan
ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.[7]
C.
Pendekatan Sosiologis dalam Studi Islam
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup
bersama dengan masyarkat dan meyelidiki ikatan-ikatan manusia yang menguasai
hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara
terbentuk dan tumbuh, dan cara hidup bersama dalam tiap persekutuan hidup
manusia. Menurut Soejono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang membatasi diri terhadapa persoalan penelitian.
Dari definisi tersebut terlihat bahwa
sosiologi adalah ilmu yang menggambarkan keadaan masyarkat lengkap denga
struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial
lainnya yang saling berkaitan. Dan juga mempelajari kehidupan masyarakat dan
menyelidiki ikatan ikatan antara manusia yang saling berkaitan serta
keyakinan-keyakinan yang mendasar terjadinya proses tersebut.[8]
Sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu
pendekatan dalam memahami pendekatan. Hal ini dapat mengerti karena banyak
kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat
apabilamenggunakan jasa banuan dari ilmu sosiologi. Dalam ajaran agama Islam
dapat dijumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi
penguasa di Mesir. Mengapa dalam melaksanakan tugasnya Nabi Musa harus di bantu
Nabi Harun dan masihbanyak lagi masalah yang lain. Beberapa peristiwa tersebut
baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu
sosial. Disinilah peran sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami suatu
agama.
Pentingnya pendekatan sosiologi dalam memahami
agama dapat dipahami karena banyak ajaran agama yang berkaitan dengan maslaah
sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya
mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami
agamanya. Dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif, Jalaludin Rahmat telah
menunjukkan betapa besarnya perhatian agama, dalam hal ini Islam, terhadap
masalah sosial, dengan mengajukan berbagai alasan berikut:
Pertama, dalam al-Qur’an atau kitab-kitab hadist proporsi
terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan urusan muamalah. Menurut Aytul
Khumaini dalam bukunya Al-Hukumah Al-Islamiyah yang dikutip Jalaludin Rahmat
yang mengungkapkan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat
yang menyangkut kehidupan sosial adalah suatu perbandingan seratus untuk satu
ayat ibadah dan seratus muamalah (masalah sosial).
Kedua, ibadah yang mengandung segi masyarakat diberi ganjaran
lebih besar daripada ibadah yang bersifat perorangan. Oleh karena itu shalat
yang dilakukan dengan cara berjamaah dinilai lebih tinggi nilainya daripada
shat sendiri (munfarid) dengan ukuran satu berbanding dua puluh tujuh
derajat.
Ketiga, dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan Ibadah
dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu,
kifaratnya ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Bila
puasa tidak mampu dilakukan mislnya, jalan keluarnya dengan cara membayar
fidyah dalam bentuk memberi makan bagi orang miskin. Bila suami istri bercampur
disiang hari di bulan Ramadhan atau ketika istri sedang haid, tebusannya adalah
dinyatakan bahwa salah satu orang yang diterima sholatnya ialah orang yang
menyantuni orang miskin, anak yatim, janda, dan yang mendapat musibah.
Melalui pendekatan sosilogis, agama dapat
dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan
sosial. Dalam al-Qur’an misalnya, kita jumpai ayat-ayat yang berkenaan dengan
hubungan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran
suatu bangsa, dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu
bangsa, dan sebab-sebab yang menyebabkan kesengsaraan. Semua itu jelas baru
dapat dijelaskan apabila memahaminya dan mengetahui sejarah sosial pada saat
ajaran agama itu diturunkan.[9]
D.
Pendekatan Teologis dalam Studi Islam
Pendekatan teologis merupakan
pendekatan memahami ajaran agama secara subjektif dan bertolak dari teks-teks normatif ajaran
agama. Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek ilmu ketuhanan yang bertolak
dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik suatu keagamaan, dianggap sebagai hal
yang paling benar dibanding dengan yang lain. Selain itu pendekatan ini juga
menekankan bentuk formal simbol-simbol keagamaan yang masing-masing mengklaim
diri sebagai ajaran yang paling benar dan yang lain salah.
Karakter yang ada dalam pendekatan
teologis normatif mengacu pada klaim agama tertentu, munculnya sikap loyal
terhadap kelompok sendiri, dan biasanya menggunakan bahasa subjektif.
Berdasarkan pada karakter ini maka pendekatan teologis normatif lebih tekstual,
selalu menampakkan sifatnya yang apologis dan deduktif. Lebih tertutup, tidak
ada dialog, parsial, saling menyalahkan dan mengkafirkan, yang justru akan
menyebabkan tidak adanya kerjasama dan kepedulian sosial. Aktualisasi lebih
dalam adanya pendekatan ini munculnya aliran dalam Islam, praktik ritualistik
mazhab, prototipe pemikiran Islam, dan lain-lain.[10]
E.
Pendekatan Fenomenologis dalam Studi Islam
Pendekatan fenomeologis merupakan salah satu atau kajian daam
ajaran Islam yang sedang hangat
diperbincangkan. Pendekatan ini dimanfaatkan intuisi atas fenomena atau sesuatu yang hadir dalam refleksi fenomenologis titik awal dalam mendapatkan fitur dan hakikat dari pengalaman yang terjadi. Lebih
lanjut
pendekatan ini memungkinkan terjadinya interpetrasi yang luas terhadap
pemahaman realitas yang terjadi.
Fokus penekanannya
adalah masalah subjektifitas atas penglihatan dan pemahaman realitas yang ada.
Pendekata ini banyak digunakan dalam studi kualitatif, khususnya untuk
menemukan pengalaman dan makna dari peristiwa yang ada.[11]
Fenomenologi dan sejarah salin melengkapi. Fenomenologi tidak dapat
bekerja tanpa etnologi, filologi, dan disiplin-disiplin yang lain. Fenomenologi
di sisi lain memberikan kepada disiplin-disiplin historis makna religiusitas yang tak tertangkap oleh disipli-disiplin tersebut. Dengan
demikian fenomenologi keagamaan adalah pemahaman keagamaan ( Verstandniss)
terhadap sejarah, ia adalah sejarah dalam dimensi keagamaannya. Fenomenologi
keagamaan dan sejarah bukanah dua ilmu, melainkan dua aspek yang saling
melengkapi dari satu Ilmu Agama yang integral, dan Ilmu Agama yang murni
memiliki sifat yang sudah didefinisikan secara mapan sebagai hasil dari objek kajiannya yang unik.[12]
F.
Pendekatan Filosofis dalam Studi Islam
Filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang
mempersoalkan hakikat dari segala yang ada Kata filsafat atau falsafah secara
harfiah berasal dari bahasa Arab yang berasal dari bahasa Yunani philosophia
yang berarti cinta kepada pengetahuan atau cinta kepada kebijaksanaan. Filsafat
pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu
yang berada di balik proyek formannya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar,
asas dan inti yang terdapat di baik yang bersifat lahiriah. Sebagai contoh, kita
jumpai berbagai merk bolpoin dengan kualitas dan harga berlainan, namun intinya
sama, yaitu sebagai alat tulis, ketika di sebut alat tulis, tercakuplah nama
dan jenis bolpoin. Berfikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat
digunakan dalam memenuhi ajaran agama, dengan maksud hikmah, hakikat, atau inti
dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama.
Pendekatan Filosofis sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para
ahli. Buku berjudul Hikmah At-Tasyri’ wa Falsafatuhu yang ditulis oleh Muhamad
Al-Jurjawi berupaya mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran
agama Islam. Ajaran agama misalnya mengajarkan sesseorang agar melaksanakan
sholat berjamaah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmah hidup
berdampingan dengan orang lain.
Demikian pula, kita membaca sejarah kehidupan para Nabi terdahulu,
maksudnya bukan sekedar menjadi totonan
atau sekedar mengenalnya. akan tetapi, bersamaaan
dengan itu perlu adanya kemampuan menangkap makna filosofis yang terkandung di
belakang peristiwa tersebut.
Dengan menggunakan pendekatan filosofis ini, seseorang dapat pula
menangkap hikmah dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Dengan cara demikian,
ketika seseorang mengerjakan suatu amal ibadah, ia tidak akan merasakan
kekeringan spiritualnyang dapat menimblkan kebosanan. Semakin mampu menggali
makna filosofis dari suatu ajaran agama, makin semakin meningkat pula sikap,
penghayatan, dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang.[13]
Memahami Islam melalui pedekatan filosofis ini, seseorang tidak
akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik, yaknimengamalkan
agama dengan tidak memiliki apa-apa atau kosong tanpa arti. Namun, bukan pula
menafikkan atau menyepelekan bentuk ibadah formal, tetapi ketika dia
melaksanakan ibadah formal disertai dengan penjiwaan dan penghayatan terhadap
maksud dan tujun melaksanakan ibadah tersebut.[14]
Melihat suatu masalah dari tinjauan filsafat dan berusaha menjawab
dan memecahkan masalah itu secara spekulatif agar hikmah, hakikat/inti masalah dapat
dimengerti secara seksama sehingga seseorang tidak terjebak pada formalisme
beragama. [15]
filsafat sebagai metodologi keilmuan ditadai dengan tiga ciri : (1) pendekatan
kajian atau telaah filsafat selalu terarah pada pencarian dan perumusan ide-ide
atau gagasan yang bersifat mendasar-fundamental (fundamental ideas)
dalam berbagai persoalan; (2) pengalaman dan pendalaman persoalan-persoalan
serta isu-isu fundamental dapat membentuk cara berpikir yang kritis (critical
thought); (3) kajian dan pendekatan filsafat yang demikian, secara otomatis
akan membentuk mentalitas, cara berpikir dan kepribadian yang mengutamakan
kebebasan intelektual ( intellectual freedom), sekaligus mempunyai sikap
toleran terhadap berbagai pandangan dan kepercayaan yang berbeda serta terbebas
dari dogmatis dan fanatisme.[16]
G.
Pendekatan Psikologi dalam Studi Islam
Pada abad ke-20 muncul pendekatan
baru untuk menjelaskan agama dari segi ilmu pengetahuan, yaitu pendekatan
psikologi. Pendekatan ini merupakan usaha untuk memperoleh sisi ilmiah dari aspek-aspek batini pengalaman
keagamaan. Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang
melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat,
perilakuseseorang yang tampak lahiriah terjadi karena di pengaruhi oleh
keyakinan yang dianutnya. Sikap seseorang yang ketika berjumpa saling
mengucapkan salam, hormat kepada orang tua, guru, menutup aurat, rela berkorban
untuk kebenaran dan sebagainya merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat
dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama sebagaimana dikemukakan
Zakiyah Daradjat tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang
dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama
tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya. Dengan ilmu jiwa ini,
selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami, dan diamalkan
seseorang, juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam
jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini, agama akan
menemukan cara yang tepat untuk menanamkannya.[17]
H.
Pendekatan Yuridis dalam Studi Islam
Dalam bahasan ini dikupas penggunaan
pendekatan yuridis (hukum), termasuk juga sosiologi hukum. Ada beberapa teori
yang dapat digunakan dengan kajian pendekatan yuridis atau hukum.
Misalnya untuk melihat interaksi pemberlakuan hukum baru terhadap hukum lama
muncul teori mayor dan minor.
Erving
Goffman menawarkan teori stigma. Menurut
teori ini ada tiga tahapan sikap konsep minoritas (hukum baru) terhadap konsep
mayoritas (hukum lama),
1.
Minoritas tunduk sepenuhnya kepada
mayoritas
2.
Minoritas menerima secara kritis
konsep mayoritas
3.
Konsep minoritas menolak konsep
mayoritas dan konsep minoritas menampilkan konsep sendiri yang dianggap ideal.[18]
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan
sebagai berikut:
a.
Pendekatan konteks historis dalam studi Islam yaitu
menelaah sejarah dan perkembangan suatu fenomena yang sedang diteliti.
b.
Pendekatan konteks antropologis dalam studi Islam yaitu
memahami agama melalui cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat.
c.
Pendekatan konteks sosiologis dalam studi Islam yaitu
pemahaman yang dilakukan melalui penggambaran keadaan masyarakat lengkap dengan
struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lain yang berkaitan.
d.
Pendekatan konteks teologis dalam studi
Islam merupakan pendekatan memahami ajaran agama secara subjektif dan
bertolak dari teks-teks normatif ajaran agama. Pendekatan ini lebih menekankan
pada aspek ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud
empirik suatu keagamaan, dianggap sebagai hal yang paling benar dibanding
dengan yang lain.
e.
Pendekatan konteks fenomenologis dalam studi Islam yaitu pendekatan ini memungkinkan terjadinya interpetrasi yang luas
terhadap pemahaman realitas yang terjadi
f.
Pendekatan konteks psikologi dalam studi Islam merupakan usaha
untuk memperoleh sisi ilmiah dari aspek-aspek batini pengalaman keagamaan.
g.
Pendekatan konteks filosofis dalam studi Islam merupakan
ilmu pengetahuan yang mempersoalkan hakikat dari segala yang ada. Intinya
berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di
balik proyek formannya.
h.
Pendekatan konteks yuridis (hukum) dalam studi
Islam termasuk juga sosiologi hukum. Ada beberapa teori yang dapat
digunakan dengan kajian pendekatan yuridis atau hukum. melihat interaksi
pemberlakuan hukum baru terhadap hukum lama muncul teori mayor dan minor.
B. SARAN
Demikian makalah yang dapat pemakalah sampaikan. Dalam penyusunan,
pemakalah menyadari banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat pemakalah harapkan demi kesempurnaan dalam penyusunan makalah
selanjutnya. Mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi pemakalah pada khususnya.
[1] Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2011), hlm. 11.
[2] Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), hlm. 189.
[3] Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), hlm. 223.
[4] Ngainun Naim, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm.
97-102.
[5] Anwar Rosihon, Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009),
hlm. 90-91.
[6] Abdullah Yatimin, Studi Islam Kontemporer. (Jakarta: AMZAH, 2006),
hlm. 242.
[7] Anwar Rosihon, Pengantar Studi Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 82
[8] Abdullah Yatimin, Studi Islam Kontemporer.
(Jakarta: AMZAH, 2006), hlm. 242.
[9] Anwar Rosihon, Pengantar Studi Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 85.
[10] Hasyim Hasanah, Pengantar Studi Islam, (Penerbit Ombak, Yogyakarta:
2013), hlm. 78-79
[11] Hasyim Hasanah,
M.S.I, Pengantar Studi Islam, ( Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2013), hlm
84
[12] Dr.
M. Amin Abdullah, Metodologi Studi Islam, ( Yogyakarta : PUSTAKA
PELAJAR, 2000), hlm170
[13] Prof. DR. Rosihon Anwar, M.Ag. Dkk, Pengantar Studi Islam, (Bandung
: CV Pustaka Setia, 2009), hlm 86-88
[14] Drs.
H. Ali Yusuf, M.Si, Studi Agama Islam, ( Bandung : CV Pustaka Setia,
2003), hlm 55-56
[15] Hasyim Hasanah,
M.S.I, Pengntar Studi Islam, (Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2013), hlm 81
[16] Kamarruzzaman
Bustaman-Ahmad, Islam Historis, ( Yogyakarta : Galang Press, 2002), hlm
7-8
[17] Prof. Dr. Rosihon Anwar dkk, Pengantar Studi Islam, ( CV Pustaka
Setia, Bandung: 2009), hlm. 93-94
[18] Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam,
(ACAdeMIA + TAZZAFA: Yogyakarta, 2009), hlm. 200
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah
Yatimin, Studi Islam Kontemporer. Jakarta: AMZAH, 2006.
Abuddin
Nata, Studi Islam Komprehensif, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011.
Ali
Yusuf, M.Si, Studi Agama Islam, Bandung : CV Pustaka Setia, 2003.
Amin
Abdullah, Metodologi Studi Islam, Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR, 2000.
Anwar
Rosihon, Pengantar Studi Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Hasyim
Hasanah, M.S.I, Pengntar Studi Islam, Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2013.
Kamarruzzaman
Bustaman, Islam Historis,
Yogyakarta : Galang Press, 2002.
Khoiruddin
Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Ngainun
Naim, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Teras, 2009.
Khoiruddin
Nasution, Pengantar Studi Islam, ACAdeMIA + TAZZAFA: Yogyakarta, 2009.
8 Casino Drive Pkvy | Mapyro
BalasHapus9 Casino 울산광역 출장샵 Drive Pkvy, Minsk - Mapyro provides 충주 출장안마 map, directions, revenue, officers, 군포 출장샵 and 강원도 출장샵 other 밀양 출장샵 relevant data.